“Piere,
tangkap bolanya!” kata Yas.
“Baiklah aku akan menangkapnya,”
kata Piere.
Bola pun terbang dan Piere
mengejarnya dengan sangat cepat. Sebuah mesin berbentuk telapak kaki membuat
Piere dengan cepat dapat menangkap bolanya meskipun bola ditendang jauh ke
atas. Piere bisa terbang.
Selamat
datang ditahun 3018. Tahun di mana tiada lagi ditemukan hamparan padi yang luas
ataupun ikan yang berenang di lautan. Tahun di mana manusia tidak lagi
membutuhkan kaki untuk berjalan melakukan aktivitasnya. Sebab, teknologi sudah
sangat canggih untuk menyokong kehidupan manusia ditahun tersebut.
Ditahun tersebut, dunia tidak lagi
membutuhkan sawah untuk menanam padi maupun laut untuk memancing ikan. Sebab,
makanan mereka hanyalah sebuah kapsul-kapsul yang dibuat dengan rentang waktu
tertentu. Mereka yang memiliki banyak uang, tentu akan membeli kapsul yang
dapat menahan lapar sampai 1 tahun. Sedangkan, mereka yang tidak memiliki
banyak uang akan membeli kapsul seadanya setelah itu mereka akan menahan lapar.
“Aku lelah,” kata Yas.
“Baiklah, kita akan main lagi kan
besok?” tanya Piere.
“Tidak, Piere.”
“Kenapa?”
“Besok aku akan pergi ke Amaya.”
Amaya adalah sebuah tempat di mana
anak-anak yang memiliki banyak uang disekolahkan oleh orangtua mereka. Di
Amaya, anak-anak akan diajari bagaimana membuat teknologi-teknologi canggih
untuk kemaslahatan ummat manusia.
Piere menundukkan kepalanya. Dia
merasa sedikit kecewa, sebab dia tidak memiliki kesempatan untuk pergi ke
Amaya. Untuk pergi ke Amaya, setiap keluarga harus masuk dalam kategori 3.
Artinya, keuangan keluarga berada digaris rata-rata.
“Baiklah, aku harus segera pulang,”
kata Piere.
Rumah ditahun 3018 hanya memiliki
satu bentuk, yakni seperti sebuah botol. Setiap keluarga memang sudah memiliki
rumah tetapi rumah yang mereka miliki sangat berbeda-beda. Rumah Yas luas dan
sangat tinggi, sedangkan rumah Piere hanya 1/5 dari luas rumah Yas. Setiap
rumah sudah memiliki jatah untuk mendapatkan sinar matahari setiap harinya, namun
itu pun tergantung dari luas rumah yang mereka miliki.
Tak lama kemudian Piere sampai di
rumahnya. Dengan perasaan yang sedikit kecewa terhadap orangtuanya, dia menemui
sang Ayah yang sedang duduk di ruang tamu. Sang Ayah menangkap kesedihan Piere.
“Kemarilah, Nak,” kata sang Ayah.
“Ayah, mengapa rumah kita sangat
kecil? Mengapa cahaya yang kita dapatkan terbatas? Dan, mengapa Ayah tidak
memiliki banyak harta untuk menyekolahkanku ke Amaya?” tanya Piere membuat sang
Ayah memeluknya.
“Kalau bisa ayah mengubahnya, pasti
akan ayah ubah, Nak,” kata sang Ayah.
“Kenapa ayah tidak bisa mengubahnya?
Aku akan bantu ayah untuk merenovasi rumah kita,”kata Piere sedikit berbinar.
“Tidak sayang. Rumah ini adalah
pemberian nenek moyang kita. Kita tidak diperbolehkan untuk mengubah apapun
yang sudah ada. Kita hanya bisa merawatnya.”
“Tapi, kenapa nenek moyang kita
mewariskan rumah yang kecil ini kepadaku ayah?”
“Sudahlah, Nak. Ayah dapat 1 kapsul
hari ini, kamu bagi dua dengan Ibu ya.”
“Lalu, ayah?” tanya Piere.
“Ayah masih kuat menahan lapar,”
kata sang Ayah sambil memegang pundak anaknya mengisyaratkan ketegaran.
Piere kecil segera menghampiri
Ibunya yang berada di kamar. Dia melihat ibunya sedang terbaring lemas tak
berdaya karena sudah sakit selama berbulan-bulan.
“Bu, ayo makan kapsul ini,” kata
Piere.
“Kamu
sudah makan?” tanya Ibunya.
“Sudah, tadi aku sudah makan 1 di
ruang tamu bersama Ayah,” kata Piere berbohong.
Baginya, kesehatan sang Ibu
sangatlah penting. Sehingga, ketika sang Ayah memintanya untuk membagi dua
kapsul tersebut, Piere memberikan semuanya kepada sang Ibu. Setelah memberikan
kapsul kepada sang Ibu, Piere segera pergi menuju kamarnya. Di kamar Piere
merenung dan tanpa sadar dia meneteskan airmata. Dia begitu kesal kepada nenek
moyangnya. Piere ingin bertemu dengan nenek moyangnya dan memberitahu apa yang
terjadi akibat ulah mereka.
“Kenapa hidupku harus menderita
seperti ini?” tanya Piere dalam hati.
No comments